Langit sudah mulai terang. Pagi itu, Andika membawa alat tempurnya seperti biasa. Bumbung-bumbung bambu kosong dia pikul. Kakinya bergerak lincah memasuki perkebunan kelapa menyusul bapak.  Kampung halaman Andika yang terletak di pesisir selatan Pulau Jawa itu sangat indah. Nyiur melambai ketika tertiup angin. Pohon-pohon inilah yang menjadi berkah bagi penduduk desa. Kebanyakan kepala keluarga bekerja sebagai penderes, dan para ibu rumah tangga mengolah nira yang dibawa dari kebun-kebun kelapa menjadi gula jawa.

Andika yang masih duduk di kelas lima SD mempunyai dua tugas. Setiap pagi, dia membantu bapak membawa bumbung kosong ke kebun kelapa dan pulangnya dia memikul bumbung bambu berisi air nira kelapa untuk diolah oleh ibunya. Sementara itu, tanggung jawabnya yang kedua membantu ibu melepas gula merah dari cetakan dan menatanya dalam sebuah kantong plastik bening tebal berukuran besar. Gula jawa unik itu dicetak pada tempat bermain congklak.

Siang itu, Andika dan teman-teman pulang dari sekolah. Di tengah perjalanan, dia dan teman-teman sempat mendengar percakapan tiga orang di kedai kopi Wak Ijan. Ada dua orang pembeli dan Wak Ijan sendiri.

“Selama ini, kalian kurang strategi,” kata pria berkumis sambil tertawa.

“Ya, ajari, Kang. Biar mereka tahu caranya untung banyak,” sahut pria bertopi di sebelahnya setelah meneguk habis kopi hitamnya.

“Aku kasih tahu caranya, ya.” Pria berkumis tadi menghentikan ucapannya sejenak. “Caranya biar dapat untung besar, gula kalian tengahnya diisi batu kerikil. Nanti timbangannya kan jadi berat.”

Wak Ijan tak menjawab apa pun. Wajahnya menyiratkan ragu. Andika yang gemas mendengar saran menyesatkan tersebut membalik badan dan berkata dengan sedikit berteriak.

“Itu perbuatan curang, Paman!” tegurnya tanda tak setuju. “Kami penderes-penderes jujur yang menjaga kualitas. Makanya produk gula jawa kami bisa diekspor ke luar negeri.”

“Iya. Nasihat Paman buruk. Jangan ulangi memberi nasihat seperti itu kepada siapa pun ya, Paman!” Ali ikut bersuara memberi peringatan.

Wajah pria berkumis itu merah padam. Wak Ijan tertawa dan mengacungkan dua jempolnya pada Andika dan teman-teman.

Memang benar, gula merah hasil industri rumah Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, selain diproduksi untuk kebutuhan lokal, juga diekspor sampai ke luar negeri. Di antaranya, Amerika Serikat, Belanda, Korea Selatan, Malaysia, Australia, juga Singapura. Gula merah-gula merah yang diproduksi para warga di sini dengan cara jujur sehingga selalu terjaga kualitasnya.*

 

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Aan Istiyanti
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita