“Halo, teman-teman! Namaku Alin.” Seekor mentilin berkata sambil tersenyum di depan kelas. Matanya bulat besar. Ia menatap tajam. Mentilin atau kadang disebut tarsius adalah primata karnivora.
Sasa si sapi menyahut, “Bu Guru, dia tersenyum, tetapi kenapa matanya melotot seperti itu, Bu? Hiii… takuutt….”
Seisi kelas kemudian gaduh. Bu Guru Dara kemudian menengahi, “Tenang, anak-anak! Sasa, tidak boleh berkata seperti itu. Alin adalah teman baru kita. Nah, sekarang, Alin silakan duduk di sebelah Uut, ya!”
Uut si burung perkutut menyambut ramah Alin si mentilin.
“Alin, Alin… mata melotot… hii…” Saat pulang dari sekolah, Sasa kembali mengejek Alin sambil tertawa-tawa. Alin hanya diam dan tidak membalasnya.
Dua minggu kemudian, Sekolah Alam mengadakan acara berkemah. Pada malam harinya, diadakan lomba mencari jejak. Setiap regu harus mencari bendera yang sudah disiapkan oleh Bu Guru Dara. Sasa si sapi, Uut si burung perkutut, dan Alin si mentilin masuk ke dalam regu yang sama.
Pada saat mencari jejak, ternyata regu mereka mendapatkan kesulitan. Lampu yang mereka siapkan ternyata habis dayanya.
“Maafkan aku teman-teman, tadi siang aku lupa mengisi daya lampu ini,” sesal Uut.
“Ah, gara-gara Uut, nih, kita kesusahan mencari jalan dan bendera Bu Guru Dara.” Sasa merengut kesal.
Alin berjalan maju sambil berkata, “Teman-teman… Ayo, kita berpegangan tangan! Aku akan memimpin di depan.”
Uut kemudian ingat bahwa mentilin dikaruniai penglihatan yang sangat baik. Meskipun tanpa bantuan cahaya, Alin dapat melihat dengan baik pada malam hari. Saat berpegangan tangan, Alin pun masih bisa mengawasi teman-teman yang berada di belakangnya karena kepalanya dapat berputar 180 derajat.
Tak berapa lama, bendera yang dipasang Bu Guru Dara dapat mereka temukan, “Hore, itu dia benderanya!” kata Uut dan Sasa hampir bersamaan.
Diam-diam Sasa merasa takjub dengan kemampuan Alin. Selama ini, Sasa hanya bisa mengejek mata Alin yang tampak bulat besar. Namun, ternyata, Alin juga mempunyai keistimewaan tersendiri.
Sasa menyesali perbuatannya. “Alin, maafkan aku yang selama ini selalu mengejek kamu. Akhirnya, regu kita bisa menjadi pemenang. Semua ini berkat kamu.”
“Semua ini berkat usaha kita bersama. Aku hanya membantu sebisa kemampuanku,” ujar Alin rendah hati.
Hewan-hewan yang belajar di Sekolah Alam akhirnya bisa belajar pada Alin. Bagaimana Alin selalu menjaga sikap baiknya. Ia tidak membalas perbuatan buruk yang diterimanya dengan keburukan juga, tetapi membalasnya dengan perbuatan baik.*
Penulis: Dwi Oktarina
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita