“Ayo, bangun,” Ibu menepuk pipi Noa.
Noa menggeliat dan membuka mata. “Asyik, hujan sudah reda. Saatnya bermain!” serunya kegirangan.
“Sarapan dulu, Noa. Jangan lupa… nanti kalau main, harus tahu waktu, agar makan siangmu tak terlambat dan bisa tidur siang. Ibu pergi dulu untuk mencari daun pakis. Persediaan makanan kita tinggal sedikit.”
Noa mengiyakan. Diam-diam, ia menyelinap keluar setelah ibu pergi.
Hujan membuat hutan terlihat segar. Sinar matahari menyinari dedaunan yang masih basah.
Noa senang sekali. Terkurung selama tiga hari di rumah membuatnya bosan. Apalagi, ibu selalu menyuruhnya makan tepat waktu supaya perutnya tidak sakit. Ia juga diharuskan ibu tidur siang agar pertumbuhannya maksimal.
Setelah jauh berjalan, Noa bertemu sahabatnya, Bingbing si kambing hutan. Mereka berdua pun asyik berkejar-kejaran dan berlomba lari.
Waktu berlalu cepat. Tak terasa, matahari sudah di atas kepala.
“Aku pulang dulu, Noa,” pamit Bingbing.
“Nanti saja, Bing. Tanggung, nih.”
Bingbing menggeleng. “Aku mau makan siang, tak boleh terlambat agar perutku tak sakit. Aku juga harus tidur siang. Kata ibu, tidur siang baik untuk pertumbuhan.”
Noa terdiam. Semua kata-kata Bingbing, sama dengan nasihat ibu. Namun, ia tak mau pulang karena masih ingin bermain.
Noa berjalan sendirian, menikmati keindahan alam berupa pepohonan hijau, suara merdu aliran sungai, juga nyanyian burung-burung.
Tiba-tiba, matahari bersembunyi di balik awan. Seketika itu, hutan menjadi gelap. Sebentar kemudian, tetes-tetes air membasahi tubuh anoa kecil tersebut. Hujan! Noa lalu berlari menuju pohon besar di depannya untuk berteduh.
Hujan deras turun mengguyur bumi. Noa menggigil. Tubuhnya basah semua. Perutnya keroncongan. Ia menyesal karena telah mengabaikan nasihat ibu.
“Ibu!” teriaknya ketakutan tatkala mendengar suara petir menggelegar.
Noa tersedu-sedu. Benaknya dipenuhi bayangan rumah yang nyaman, sebaskom daun pakis yang nikmat dan pelukan hangat ibu.
Untunglah, hujan lekas reda. Tanpa buang waktu, Noa menyusuri jalanan berumput yang becek. Sesekali, ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jalan yang dilaluinya sudah benar.
Sampai di rumah, kedatangan Noa disambut ibu dengan ciuman bertubi-tubi. “Makanlah, Noa. Ibu tahu kamu pasti lapar.”
Noa mengangguk. Ia pun meminta maaf dan berjanji untuk mematuhi semua nasihat ibu. *
Penulis: Elisa DS
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita