“Selamat pagi Paman Arwana!” sapa Abe ramah.
Anehnya Paman Arwana tidak membalas salam Abe. Ia terlihat gelisah.
Abe pun berenang lebih dekat, “Sendirian saja Paman? Bibi Arwana ke mana?”
Paman Arwana hanya menggeleng dan pergi menjauh. Abe kebingungan. Ia memilih untuk pulang. Sampai di rumah, ia menceritakan kejadian tadi pada Ibunya.
“Mungkin kamu ada salah dengan Paman Arwana. Coba diingat-ingat lagi,” saran Ibu.
“Tidak, Bu. Terakhir bertemu, Paman Arwana baik-baik saja. Pagi ini, Paman tidak mau bicara denganku,” ucap Abe sedih.
“Besok coba kamu temui Paman Arwana lagi dan tanyakan ada masalah apa? Sekalian bawa makanan ini untuk dimakan bersama Paman.” Ibu berkata sambil menyiapkan makanan.
Keesokan harinya, Abe berkunjung ke rumah Paman Arwana. Paman Arwana masih hanya diam. Abe berusaha menawarinya makanan dari Ibu. Saat Abe lahap memakannya, Paman Arwana tidak menyentuh makanan sedikit pun.
“Paman kenapa, sih? Dari kemarin tidak mau bicara sama sekali? Sekarang, aku bawakan makanan juga tidak mau dimakan.” Abe kesal dan menangis. Ia pun langsung pulang. Padahal, di belakangnya, Paman Arwana merasa sangat bersalah.
Sudah beberapa minggu ini, Abe tidak pernah bertemu lagi dengan Paman Arwana. Hari ini, Ibu mengajak Abe pergi. “Abe, ikut ibu menengok bayi yang baru lahir, yuk?”
Dengan sukacita, Abe mau ikut. Ia suka melihat adik-adik bayi yang lucu. Tak disangka Ibu mengajaknya ke rumah Paman Arwana.
“Kenapa ke sini, Bu?” tanya Abe heran.
“Kita kan memang mau menengok bayi Paman dan Bibi Arwana.”
“Loh, kapan lahirnya? Saat pergi ke rumah Paman Arwana kemarin-kemarin, Abe tidak melihat ada telur-telur di sana.”
“Di keluarga Arwana, telur-telur ikan akan dierami di dalam mulut sang Ayah. Oleh karena itu Paman arwana tidak bisa berbicara padamu. Paman juga harus puasa saat itu, jadi tidak bisa memakan makanan yang kamu bawa,” jelas Ibu.
Ya ampun, ternyata itu sebabnya Paman Arwana diam saja. Abe harus minta maaf karena sudah merasa kesal tanpa tahu alasannya. Ia juga ingin segera mengucapkan selamat kepada Paman dan Bibi Arwana atas kelahiran bayi-bayinya.*
Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Herdita Dwi R
Ilustrasi: Regina Primalita
Penutur: Paman Gery (@paman_gery)