Berjemur sinar matahari pagi menjadi makin populer sejak Covid-19 mewabah. Ya, manfaat sinar matahari pagi mampu membantu tubuh menciptakan vitamin D yang berfungsi salah satunya meningkatkan imun tubuh.

Tak heran, berjemur sinar matahari pagi sejatinya sudah dilakukan sejak zaman dulu. Bayi, anak-anak, dewasa, maupun orang-orang tua sering kali bermandi matahari pagi untuk menjaga kesehatan.

Manfaat sinar matahari pagi

Ternyata vitamin D bisa diproduksi oleh tubuh, tetapi membutuhkan bantuan dari sinar matahari pagi. Oleh karena itu, sinar matahari pagi yang menghasilkan sinar UV (ultraviolet) jika menyentuh permukaan kulit akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin D.

Namun, vitamin D juga bisa diperoleh dari konsumsi makanan, antara lain kuning telur, ikan (salmon, tuna, teri, dan sarden), jamur, atau daging. Selain itu, bisa dengan mudah mengonsumsi vitamin D dari suplemen.

Vitamin D adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam lemak. Selain dapat membuat sendiri, tubuh kita mampu menyimpan vitamin D dalam jaringan lemak.

Manfaat vitamin D

Menurut dr Santi dari Kompas Gramedia Medical Centre, vitamin D mempunyai banyak kegunaan untuk tubuh, antara lain:

  • membantu mengatur penyerapan kalsium dan fosfor untuk kesehatan tulang dan gigi;
  • membantu pengaturan sistem kekebalan tubuh
  • membantu pengaturan sistem saraf, otot, dan otak
  • membantu fungsi paru dan jantung
  • membantu mengatur insulin

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memenuhi kecukupan vitamin D. Gaya hidup, kebiasaan, dan nutrisi juga sangat memengaruhi asupan vitamin D.

Karena, banyak juga kasus kekurangan vitamin D walaupun tinggal di daerah khatulistiwa. Ini bagaikan pepatah ayam mati di lumbung padi.

berolah raga pagi hari ( Foto-foto: shutterstock)

Ahli Gizi UGM Dian Caturini Sulistyoningrum, mengutip dari situs web UGM, Indonesia juga menjadi negara yang mengalami defisiensi vitamin D. Dian pernah melakukan riset pada anak usia 15-18 tahun di 10 sekolah di Yogyakarta menunjukkan hasil itu.

Hampir 100 persen dari sampel penelitian itu mengalami defisiensi vitamin D. Dari 68 remaja lelaki yang mengalami obesitas semuanya mengalami defisiensi vitamin D.

Fenomena ini disebutnya karena adanya timbunan lemak visceral di sekitar organ penting seperti jantung, hati, dan ginjal. Lemak ini menyerap lebih banyak vitamin D, tetapi malah membuat kadarnya menjadi rendah dalam darah.

Simpanan lemak di tubuh berbanding lurus dengan kekurangan vitamin D karena vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak. Rendahnya kadar vitamin D bisa meningkatkan faktor risiko terkena penyakit tidak menular, termasuk dengan kejadian autoimmune.

Di kota besar, kemungkinan defisiensi vitamin D juga mungkin terjadi. Ada banyak alasan yang dapat menjelaskan hal tersebut. Salah satunya adalah adanya anggapan warna kulit putih membuat banyak perempuan merasa lebih cantik dan dengan sengaja menghindari sinar matahari.

Peningkatan risiko kekurangan vitamin D

Risiko peningkatan kekurangan vitamin D tidak hanya terjadi pada mereka yang terjebak pada mitos atau mereka yang jarang “bertemu” matahari. Risiko kekurangan vitamin D juga terjadi pada mereka yang lanjut usia, bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kekurangan vitamin D, tinggal jauh dari khatulistiwa, serta memiliki kebiasaan makan yang buruk.

Bukan hanya itu, kurang mendapat paparan sinar matahari karena banyak berada dalam rumah atau gedung atau karena kebiasaan menghindari sinar matahari juga bisa menyebabkan seseorang berisiko kekurangan vitamin D.

Bahkan, kebiasaan menggunakan pakaian yang menutupi hampir seluruh tubuh juga mampu meningkatkan risiko kekurangan vitamin D. Selain itu, memiliki warna kulit yang gelap serta kegemukan atau kelebihan berat badan juga dapat menjadi faktor risiko.

Belum lagi, faktor pekerjaan juga dapat membuat orang kehilangan kesempatan untuk berjemur, misalnya pekerja kantoran yang harus berangkat dini hari (karena jarak rumah ke kantor yang cukup jauh serta kemacetan parah menuju tempat kerja) dan pulang malam hari.

manfaat vitamin D
Vitamin D membantu menjaga kondisi tubuh

Dengan merebaknya berbagai penyakit seperti Covid-19, demam berdarah dengue (DBD), demam tifoid, influenza, dan sebagainya, masyarakat mulai kembali membiasakan diri untuk berjemur.

Jadi, Anda sudah tahu kan kapan waktu yang tepat untuk berjemur?