ditulis oleh dr Hari Yusti Laksono SpJP(K) FIHA

Apakah pasien penyakit jantung bisa berpuasa saat bulan suci Ramadhan? Jawabnya, tentu saja bisa selama kondisi penyakit jantungnya terkontrol.

dr Hari Yusti Laksono SpJP(K) FIHA

Terkontrol artinya bebas dari tanda dan gejala pemberatan penyakit jantung. Contohnya, tidak mudah lelah, tidak sering nyeri dada, kaki tidak bengkak, tidak berdebar, tak mudah pusing atau nyeri kepala, dan tekanan darah cenderung stabil antara 100/60 mmHg dan 160/100 mmHg. Pasien pun diminta tetap rutin dan disiplin mengonsumsi obat-obatan untuk penyakit jantungnya.

Sebelum menjalankan ibadah puasa, pasien penyakit jantung disarankan untuk berkonsultasi dulu dengan dokter spesialis jantung-pembuluh darah yang telah terbiasa menanganinya. Sebab, dokter tersebutlah yang paling tahu kondisi penyakit jantung sang pasien.

Setelah dinyatakan layak untuk berpuasa dengan syarat bebas tanda dan gejala, sebaiknya pasien selalu ada yang mendampingi selama berpuasa untuk mengawasi jika muncul gejala pemberatan atas kondisi jantungnya.

Penyesuaian waktu minum obat

Kemudian, karena selama berpuasa kita mengalami perubahan pola makan dan minum, maka pasien perlu mengatur waktu mengonsumsi obat-obatan yang disesuaikan dengan waktu berpuasa. Perlu ditekankan bahwa pasien tetap harus disiplin mengonsumsi obat-obatan untuk penyakit jantung dengan jumlah sama, seperti sebelum puasa. Untuk itu, pasien wajib mengikuti anjuran dokter spesialis jantung.

Perubahan waktu mengonsumsi obat saat berpuasa, contohnya minum obat pagi dan siang yang dilakukan saat sahur, dan obat malam diminum ketika berbuka puasa. Ada juga beberapa jenis obat yang dikonsumsi sebelum tidur, seperti warfarin.

Beberapa jenis obat lain juga perlu penyesuaian waktu minumnya, seperti diuretik furosemide dikonsultasikan untuk yang sehari-hari (rutin) mungkin bisa diturunkan frekuensinya; atau diminum jika terjadi sesak napas saja. Bisa juga dikonsumsi setengah dosis saja untuk menghindari diuresis berlebihan yang bisa memicu dehidrasi saat berpuasa. Bila pasien mengonsumsi obat-obatan penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, perlu juga berkonsultasi penggunaannya kepada dokter terkait guna mencegah hipoglikemia.

Obat-obatan yang dikonsumsi di bawah lidah, semisal isosorbid dinitrat (ISDN) yang digunakan pada kondisi sesak mendadak juga boleh dipakai pasien di bawah lidah selama tidak tertelan. Namun, jika sesak menetap atau memberat, atau muncul gejala lemah memberat pada pasien penyakit jantung, sebaiknya tidak memaksakan diri untuk melanjutkan puasa.

Agar bisa berpuasa dengan optimal, pasien penyakit jantung juga harus makan sahur dengan komposisi yang dianjurkan. Contohnya, makan 1 atau lebih porsi penuh dan minum cukup untuk kebutuhan 1/3 hingga 1/2 dari kebutuhan cairan sehari, dengan formula 30 cc per kgBB per hari. Misalnya pasien memiliki berat badan 70 kilogram dengan kebutuhan cairan 1 hari 2.100 cc atau 2,1 L, maka saat sahur minimal minum 700 cc hingga 1 L, atau 3-4 gelas.

Pasien juga harus menjaga aktivitas dengan intensitas ringan-sedang, beristirahat secara cukup 7-8 jam dalam 1 hari, dan menghindari stres fisik seperti olahraga berat, stres emosional, dan paparan suhu ekstrem baik panas maupun dingin berlebih, untuk menghindari dehidrasi maupun respons vasokonstriksi dan respons hemodinamik lain yang berpotensi menambah beban kerja jantung.

Saat berbuka, pasien perlu berdisiplin untuk makan secukupnya. Jangan berlebihan porsi maupun jenisnya dengan tetap menghindari makanan yang tinggi gula (minuman manis, kue, roti, dll), kudapan tinggi kolesterol (kuning telur, kulit, jeroan, dll), makanan tinggi garam (makanan olahan asin), dan menjaga cairan total tidak berlebih dengan maksimal 30 cc per kgBB per hari atau kurangi 20 persen pada pasien dengan gagal/lemah jantung.

Yang perlu diwaspadai

Pasien penyakit jantung yang berpuasa perlu mewaspadai gejala pemberatan kerja jantung, seperti berdebar lama, nyeri dada, sesak napas, serta lemah dengan keringat dingin atau pucat yang tidak membaik dengan istirahat dan berlangsung lebih dari 15 menit.

Jika muncul gejala-gejala tersebut, semisal nyeri dada atau sesak nafas, pasien bisa mengonsumsi obat ISDN di bawah lidah. Bila lemah atau berdebar yang diperkirakan karena kurang cukup makan-minum saat sahur, sebaiknya segera membatalkan puasa. Apabila gejala semakin memberat, secepatnya pasien dibawa ke UGD.

Pasien penyakit jantung juga bisa berolahraga. Misalnya, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Namun, olahraganya cukup yang berintensitas ringan-sedang saja, seperti berjalan, berlari kecil, atau bersepeda di sekitar rumah.

Selama berolahraga, pasien perlu ditemani pendamping untuk mengawasi perubahan kondisi jantungnya. Selain itu, jika berolahraga di luar ruangan harus tetap menjalankan protokol kesehatan 5M untuk mencegah penularan Covid-19 karena pasien penyakit jantung paling rentan mengalami kondisi fatal jika terinfeksi Covid-19.

Waktu olahraga sebaiknya mendekati waktu berbuka untuk mengantisipasi kelelahan dan dehidrasi yang membutuhkan asupan makan dan minum segera. Bisa juga berolahraga di malam hari tapi dengan menghindari paparan suhu dingin berlebih yang berpotensi memperberat kondisi jantung. Durasi olahraga yang disarankan 20-30 menit dalam 1 hari, 120 menit dalam 1 pekan, atau sesuai petunjuk dokter spesialis jantung yang menangani.

Tetap sehat, dan semoga ibadah puasa kita selalu dianugerahi kelancaran.

*Penulis adalah spesialis jantung-pembuluh darah RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Jawa Tengah