Warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta, banyak berkegiatan di sektor industri kerajinan. Kualitasnya tak perlu diragukan lagi sebab banyak produk kerajinan dari Bantul yang telah menembus pasar mancanegara. Salah satunya adalah Batik Bantul.

Di Bantul, jenis-jenis kerajinan cenderung telah mengelompok pada suatu area. Untuk mencari kerajinan gerabah, misalnya, kita bisa datang ke Desa Kasongan, Desa Jetis, atau Desa Nglorong. Sedangkan bila ingin membeli batik, kita bisa berkunjung ke Desa Wijirejo, Desa Sumbermulyo, Desa Baturetno, atau Desa Wukirsari.

Desa Batik Bantul

Khusus untuk usaha batik, beberapa desa di Bantul telah memulainya secara turun-temurun sejak 1960-an. Batik Wijirejo salah satunya. Produk batik dari desa ini bisa menjadi ciri khas batik Bantul. Sebab, proses pembuatannya relatif masih tradisional, baik batik tulis maupun cap.

Wijirejo tidaklah sulit dicapai. Desa ini terletak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Yogya. Meski selepas Jalan Raya Bantul ruas jalan kian menyempit, secara umum jalan menuju ke sana cukup bagus.

Menurut Heny, salah satu perajin batik Wijirejo, batik di desa itu nyaris punah saat krisis ekonomi 1997. “Saat itu, pesanan surut dan uang modal untuk membatik habis. Banyak pembatik yang alih profesi jadi pembuat emping melinjo.”

batik bantul
Pembuatan batik cap secara tradisional.

Namun, setelah gempa bumi 2006, kata dia, Bantul menjadi terkenal. Para korban gempa di sini banyak yang mendapat bantuan modal untuk memperbaiki rumah dan menjalankan usaha. Warga pun memulai lagi usaha batik. Batik Wijirejo pun kembali bersemi.

Selain krisis ekonomi, persoalan lain yang dihadapi usaha batik Wijirejo beberapa tahun silam adalah kurangnya inovasi. Dulu, warga hanya membuat jarik batik. Beralih atau memulai memproduksi pakaian batik memerlukan waktu lama.

Batik dalam rupa baju memang lebih laris di pasaran. Secara fungsi, baju memang lebih praktis dipakai untuk berbagai suasana. Sementara itu, kain jarik punya keterbatasan, yakni hanya cocok dikenakan pada upacara adat.

Sejak baju batik diproduksi, pembatik Wijirejo memiliki pelanggan masing-masing. Meski demikian, jarik batik tetap diproduksi karena orang yang membutuhkan selalu ada, hanya tak sebanyak baju.

Baca juga :

Kendala yang dialami

Kerajinan batik tradisional juga dipengaruhi cuaca sebab pengeringan kain batik ini mengandalkan paparan sinar matahari. Bila sedang musim hujan, banyak pesanan batik yang selesai tak tepat waktu.

batik bantul
Pengeringan kain batik.

Setelah cuaca, faktor yang acap mempersulit pembatik adalah harga minyak tanah yang cenderung mahal. Minyak tanah dibutuhkan untuk melelehkan malam yang dipakai saat melukis batik. Malam yang dipanaskan dengan kompor minyak tanah hasilnya lebih bagus.

Kisaran harga batik dari Desa Wijirejo sekitar Rp 90 ribu hingga Rp 400 ribu. Harga ini mungkin terasa sedikit lebih mahal dibanding batik buatan mesin pabrik. Akan tetapi, dari sisi seni dan keautentikan, batik Wijirejo jelas lebih bernilai.

Saat masih dikelola secara tradisional, pemasaran batik Wijirejo terbatas di pasar lokal. Sekarang, pemasarannya sudah lebih modern. Namun, para pembatik di sana tetap berharap agar desa ini bisa lebih banyak dikunjungi wisatawan.

Batik Bantul bisa menjadi buah tangan yang oke bagi setiap wisatawan. Oleh sebab itu, bila ingin berkunjung ke Bantul di masa kewajaran baru (new normal) ini, wisatawan tetap perlu menaati protokol kesehatan. Pakai masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak.