Kamu tinggal di seputar Jakarta dan penasaran dengan nama asal-usul nama daerah di Jakarta? Cari tahu disini!
Klik kotamadya yang ingin Kamu cari tahu.

JAKARTA UTARA
JAKARTA TIMUR
JAKARTA SELATAN
JAKARTA BARAT
JAKARTA PUSAT





Kelapa Gading
Nama Kelapa Gading konon diambil dari nama pepohonan kelapa yang tumbuh di daerah itu. Wajar saja, karena Kelapa Gading dekat dengan pesisir dan kala itu pohon kelapa tumbuh di daerah rawa dan kebun warga. Kelapa gading sendiri merupakan varietas dari pohon kelapa yang berciri terlalu tinggi, batangnya sedang, dan buahnya relatif kecil berwarna kuning gading. Saat ini, pepohonan kelapa gading itu masih dipertahankan.
Marunda
Marunda dikabarkan berumur lebih tua dari Kota Jakarta sendiri. Ada banyak versi asal-usul kenapa dinamakan Marunda. Versi pertama, berdasarkan keterangan tokoh masyarakat, marunda berarti merendah. Penduduk di situ dikabarkan punya sifat rendah hati karena berusaha mengikuti ajaran agama. Versi kedua, marunda berasal dari kata “merundak” atau “merendah” karena topografi wilayah di sana berundak-undak.
Pluit
Pada 1903, tempat ini bernama Fluit Muarabaru. Nama Pluit diambil dari kata fluit, lengkapnya fluitship yang berarti kapal layar panjang berlunas ramping. Menurut sejarah, daerah ini pada 1660 di sebelah timur muara Kali Angke ada sebuah fluitship bernama Het Witte Paert yang sudah tidak lagi berlayar. Kapal ini digunakan Belanda sebagai pertahanan perang dari serangan sporadis Kesultanan Banten. Kubu ini disebut De Fluit. Karena susah dilafalkan oleh orang lokal, huruf “f” berganti menjadi “p”.
Ancol
Ancol berarti tanah yang menjorok ke laut atau tanjung. Berawal dari pembangunan rumah peristirahatan milik Gubernur Jenderal Hindia Belanda Adriaan Valckenier, Ancol berkembang menjadi tempat wisata. Sebelumnya, Ancol berisi hutan bakau dan tambak ikan. Pada akhir Desember 1965, Soekarno memerintahkan Gubernur Jakarta Soemarno membangun Ancol sebagai kawasan wisata. Status itu berlangsung hingga kini.
Cilincing
Cilincing berasal dari kata “Ci” yang berarti aliran air dan nama pohon sejenis belimbing wuluh yang banyak tumbuh di situ. Pohon ini banyak tumbuh di tepi sungai itu. Karena itu, banyak orang dulu menyebut kawasan itu bernama Cilincing.
Kebon Bawang
Kawasan yang dekat dengan Tanjung Priok ini juga punya andil dalam perdagangan rempah-rempah, terutama bawang. Saking banyaknya tanaman bawang, warga setempat menyebutnya Kebon Bawang. Hasil bawang di sini, bersama dengan bawang dari daerah lain, pada zaman kolonial Belanda juga dikirimkan ke berbagai pulau dan antarnegara.
Koja
Ada dua cerita tentang Koja. Pertama, nama Koja diambil karena di masa lalu, banyak tumbuh pohon koja. Pohon ini tumbuh liar, tetapi juga ada yang dibudidayakan oleh warga. Kedua, di daerah ini banyak bermukim orang India dari daerah Khoja. Orang Khoja diyakini dulu berdagang ke Batavia dan menetap secara turun temurun.
Pademangan
Nama Pademangan konon berasal dari banyaknya orang-orang berpangkat Demang, atau dalam istilah Belanda yaitu Mayor. Banyak peneliti melihat, Pademangan berasal dari kata per-demangan-an. Demang itu biasanya berpakaian seperti pakaian pria betawi sekarang, berwarna hitam dan berbentuk seperti baju koko, tapi dengan kerah.
Papanggo
Kelurahan ini tidak terlalu terkenal, tapi berada di dalam Kecamatan Tanjung Priok. Peneliti memperkirakan, nama Papanggo berasal dari banyaknya laskar bayaran Hindia Belanda, yaitu orang daerah Papangga di Luzon, Filipina yang berdiam di situ. Mereka didatangkan untuk memperkuat koloni Belanda yang hendak menguasai tanah Batavia. Orang menyebut mereka De Papangers.
Kali Jodo
Menurut sejarah, kawasan ini dulu pernah dijadikan tempat acara pesta peh coen untuk memeringati hari ke-100 Imlek. Pesta ini kerap diadakan persis di kali angke dengan perahu hias dengan iringan musik gambang kromong dan gamelan. Di situlah banyak pria dan perempuan bertemu. Beberapa ada yang mencari jodoh, lantas kawasan ini dikenal sebagai Kali Jodo.
Cawang
Nama Cawang berasal dari kata enci Awang (diduga kata Awang berasal dari kata Anwar). Cerita singkatnya, Awang yang merupakan Letnan Melayu ini bermukim di daerah Kampung Melayu itu bersama kaptennya Wan Abdul Bagus. Sebenarnya tidak ada cerita jelas kenapa akhirnya nama Enci Awang berubah menjadi Cawang.
Cijantung
Nama Cijantung berasal dari nama anak sungai Ciliwung yang berhulu di Areman, dekat Kelapadua sekarang. Tak ada cerita pasti, kenapa ada nama “jantung”. Namun, kata “ci” memang terasosiasi dengan air. Pada pertengahan abad ke-17, kawasan ini sudah berpenghuni. Diperkirakan, seorang bernama Camelis Senen membuka kawasan yang dulunya hutan belantara ini. Sekarang, Cijantung terkenal sebagai markas besar Kopassus.
Pulo Gadung
Pulo Gadung sebenarnya baru dibentuk pada 1956. Daerah ini memang sudah terkenal sebagai sentra pembuatan perabot rumah tangga. Pada 1970-an, kawasan ini berubah menjadi pusat industri dan terkenal karena terminal bus antarkotanya. Nama Pulo Gadung berasal dari jenis umbi-umbian yang pada masa lalu banyak tumbuh di daerah ini. Umbi ini bernama gadung.
Ciganjur
Menurut sejarah, nama Ciganjur sudah ada sejak 1650. Diperkirakan nama ini berasal dari nama kerajaan atau Kadipaten Ciganjur. Cerita lain, Ciganjur berasal dari kata “genjur”, sebuah alat penanda datangnya waktu shalat. Genjur biasanya ditabuh, serupa gamelan dengan gong tetapi lebih kecil. Ada cerita lain lagi, nama Ciganjur berasal karena keberadaan “Kaum Ganjuran”. Ganjuran sendiri adalah sejenis pohon jati yang banyak tumbuh di sekitar wilayah Jagakarsa.
Kalibata
Nama kabarnya berasal dari sebuah sungai penuh dengan bebatuan, termasuk batu bata. Nama ini muncul karena orang masa lalu kerap menyebut tempat ini dengan sebutan kali bata, kali yang penuh dengan batu bata. Sekarang, Kalibata lebih terkenal dengan apartemen, mal, dan taman makam pahlawan.
Pancoran
Kata Pancoran dikabarkan berasal dari kata “pancuran”. Pada abad ke-16, penguasa Hindia Belanda memang membangun beberapa waduk tempat penampungan air dari kali Ciliwung, yang dilengkapi dengan dua buah pancuran setinggi kurang lebih 10 kaki. Kini, Pancoran lebih terkenal dengan pusat perkantoran dengan patungnya yang ikonis, yaitu Patung Dirgantara.
Kemang
Nama Kemang diambil dari pohon kemang (Mangifera caesia) yang banyak tumbuh di kawasan tersebut pada zaman dahulu. Transformasi Kemang dari area persawahan, rawa, dan perkebunan menjadi salah satu kawasan hype Jakarta tak lepas dari kisah almarhum Bob Sadino. Pendiri Kem Chicks ini mengawali usahanya dengan berdagang telur dan ayam negeri kepada ekspatriat yang banyak tinggal di situ.
Lebak Bulus
Daerah sangat terkenal dulu sebagai terminal bis dan angkutan umum walaupun sekarang menjadi hub dan stasiun utama MRT di Jakarta. Nama Lebak Bulus sendiri berasal dari kata lebak yang berarti “lembah” dan bulus yang berarti “kura-kura”. Dulu, kontur tanah di sini memang tidak rata sehingga ada beberapa lembah kecil. Selain itu, ada dua sungai yang mengalir dan banyak kura-kura di sini.
Senayan
Nama “senayan” berasal dari kata Wangsanajan, jika mengacu pada Topographische Bureau, Batavia 1902. Wangsanajan berarti tanah tempat tinggal atau tanah milik seseorang bernama Wangsanayan. Namun, karena masyarakat lebih mudah melafalkan nama itu menjadi Senayan, hingga sekarang nama tempat kawasan GBK itu tetap sama. Wangsanayan diperkirakan nama orang dari Bali, berpangkat Letnan yang lahir pada 1680 dan tinggal di Batavia.
Glodok
Tempat yang terkenal sebagai pusat perdagangan ini menurut sejarah berasal dari kata grojok. Pada zaman penjajahan, konon ada pancuran besar yang kalau hujan keluar air dengan bunyi grojok. Oleh warga sekitar, termasuk orang Tionghoa, bunyi air itu diucapkan menjadi glodok.
Kebon Jeruk
Kebon Jeruk muncul karena dulu di daerah ini banyak sekali pohon jeruk. Kebun-kebun ini dimiliki oleh warga Betawi. Jenis jeruknya pun beragam, mulai dari sunkis, limau, purut, sampai bali. Dulu, hasil kebun itu akan dibagikan ke tetangga, selain dijual ke pasar dan dikonsumsi pribadi. Pohon jeruk ini diperkirakan warisan dari penjajah Belanda. Sayangnya, kebun jeruk di sini sudah hilang digantikan gedung komersial dan perumahan.
Palmerah
Sejatinya, nama Palmerah dilafalkan terpisah, yaitu Pal Merah. Nama Pal Merah berasal dari kata pal yang berarti “patok” berwarna merah. Menurut sejarah, patok ini dijadikan batas wilayah kota Batavia ke arah Bogor. Dulu, setiap Gubernur Belanda hendak ke Istana Bogor pasti melewati jalur ini. Dan, mereka biasanya mengistirahatkan kudanya di daerah Pos Pengumben.
Tangki
Terletak di Kecamatan Tamansari, Kelurahan Tangki diperkirakan sudah ada sejak 1823. Nama ini diambil dari kata tangsi, barak militer tentara Belanda. Perubahan huruf dan ejaan baru terlihat pada 1914. Pada saat itu, ejaan kampung ditulis dengan “Tanki”. Berselang 9 tahun, diubah menjadi Tangki. Nama Tangki sempat populer dengan sebutan Tangkiwood karena banyak artis, di antaranya Laila Sari dan Tan Tjeng Bok, yang tinggal di kawasan ini pada 1950-an.
Rawa Belong
Nama pertigaan ini diambil dari nama lokasi dekat kubur batu Kampung Srengseng, Jakarta Barat, yaitu Rawa Balong. Ceritanya, seorang anggota korps polisi militer pada masa pemerintahan Hindia Belanda menyebut nama Rawa Balong sebagai Rawa Blong. Warga yang mendengarnya lalu menyebut dengan pertigaan Rawa Belong yang kini tenar karena pasar ikan bandeng yang ramai menjelang Imlek dan Pasar Bunga Rawa Belong.
Angke
Nama Angke berawal dari bahasa China, “ang” dan “ke” yang berarti bangkai. Nama ini menjadi populer karena pada 1740 terjadi pembantaian orang China oleh Belanda. Banyak mayat dihanyutkan ke kali dan airnya menjadi merah darah. Kali itu, terutama oleh orang China, kemudian disebut Kali Angke yang populer hingga sekarang. Daerah tempat sungai itu mengalir akhirnya juga disebut daerah Angke.
Duri Kepa
Nama Duri Kepa sendiri muncul karena dulu di situ banyak pohon Kepa, pohon sejenis pohon jambu. Orang betawi menyebutnya gohok, sedangkan orang jawa menyebutnya gowok, dan orang sunda menyebutnya beunyeur. Buahnya biasa dijadikan bahan rujak, sedangkan kayunya diambil sebagai bahan baku pembuatan perabotan. Namun, kenapa namanya ada tambahan “duri” di dalam penamaanya.
Grogol
Asal muasal nama Grogol tidak memiliki literatur historisnya. Namun, berdasarkan banyak sumber, nama Grogol berasal dari kata garogol dari bahasa sunda yang berarti perangkap berbentuk tombak-tombak dari kayu. Konon, pada masa lalu, warga di sini berburu hewan liar karena daerah ini dulunya merupakan hutan lebat.
Jembatan Lima
Nama Jembatan Lima muncul, konon katanya ada lima jembatan di sini yang menghubungkan kampung antar kampung. Masing-masing jembatan itu adalah Jembatan di Jalan Hasyim Ashari, Jembatan Kedung, Jembatan Petuakan, Jembatan Kampung Masjid, dan Jembatan Kampung Sawah. Namun, karena pembangunan gedung yang marak, jembatan ini sudah lama hilang.
Joglo
Kawasan ini bernama Joglo karena kabarnya dulu banyak rumah betawi yang berbentuk joglo. Bentuk rumahnya dipengaruhi budaya Jawa. Bedanya ada pada tiang-tiang utamanya saja. Menjamurnya rumah ini karena pada 1980-an banyak penduduk jawa yang tinggal di kawasan ini. Kini, rumah-rumah itu sudah dipastikan tidak ada sama sekali di kawasan ini.
Pinangsia
Orang banyak mengira nama Pinangsia karena dulu banyak pohon pinang yang tumbuh. Tenyata hal itu keliru. Nama Pinangsia berasal dari kata finansial karena tempat itu dulu menjadi pusat keuangan. Masyarakat pribumi dan khususnya orang China lebih mudah melafalkannya menjadi pinangsia.
Pos Pengumben
Nama Pos Pengumben muncul sejak zaman Daendels berkuasa. Kawasan ini dijadikan tempat pergantian kuda sekaligus tempat untuk minum kuda. Pengumben berasal dari kata ngumben yang artinya minum menurut bahasa Jawa. Tempat istirahat kuda ini konon dijadikan lalu lintas Belanda untuk mengecek pembangunan Jalan Raya Pos.
Tambora
Nama kawasan ini konon diberikan kepada orang yang berasal dari Sumbawa. Konon, mereka datang dipimpin Kpaten Abdullah Sahan yang pernah menjadi Kepala Kepulauan Seribu pada 1794.
Menteng
Nama Menteng muncul karena di kawasan itu dulunya adalah hutan dengan mayoritas tumbuh pohon buah menteng. Pada masa lalu, orang menyebut kawasan itu kampung menteng. Kawasan ini mulai menjadi “premium” kala Pemerintah Belanda sekitar 1912 menjadikan daerah ini sebagai lokasi perumahan pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Tak heran, hingga kini banyak rumah mewah dan megah di Menteng.
Karet Tengsin
Namanya cukup unik. Karet Tengsin berasal dari cerita seorang China yang kaya raya dan baik hati, bernama Tan Teng Sien. Karena kebaikan hatinya, Tan Teng Sien sangat terkenal. Diperkirakan, karena di tempat tinggal Teng Sien banyak pohon karet, daerah itu dikenal sebagai Karet Tengsin.
Desain:
Yovieta Budidarman
Penulis:
Benedictus Yurivito
Developer:
Dimitri Herlambang